Indonesia Sebagai Tempat Hijrah Kedua ?


Zaman sekarang banyak yang mengangap bahwa awal mula penyebaran islam berasal dari India. Teori ini pertama kali dilontarkan oleh Pijnapel (1872) yang berdasarkan dari catataan perjalanan Sulaiman, Marcopolo dan Ibnu Batuttah. Dia membuat kesimpulan bahwa para pedangang arab yang berasal dari Gujarat dan Malabar India, membawa islam pada adab ke 13. Pernyataan ini juga di didukung oleh seorang orientalis barat, Snouck Horgronye yang sempat menjabat sebagai penasehat penjajah Belanda pada masa kolonial, yang berpendapat bahwa selama empat abad pimpinan agama islam berada di tangan orang India dan setelah abad ke 16 pengaruh arab masuk ke Indonesia. Sehingga berkesimulan tradisi islam di Indonesia lebih cenderung kepada India dari pada Arab.
Teori masuknya islam di Indonesia sebenarnya tidak hanya sebatas itu, ada banyak pendapat, salah satu yang popular adalah teori Arab. Teori Arab, yang menyatakan bahwa Islam di Nusantara masuk langsung dari Arab, tepatnya Hadramaut. Teori ini dikemukakan oleh Crawfud (1826), Kayzer (1859), Niemann (1861), Veth (1878) dan juga di dukung oleh Hamka di dalam seminarnya tahun 1962. Teori ini berdasarkan kepada berita China pada masa Dinasti Tang, yaitu bahwa pada tahun 674, di pantai barat Sumatra telah terdapat pemukiman muslim. Selain itu, kerajaan Samudra Pasai juga menganut mazhab Syafi’i akibat pengaruh dari Mesir dan Mekkkah pada waktu itu. Tidak hanya itu, A. Hasyim, C.J. van Leur, T.W. Arnold dan Jhon Crawfurd juga menemukan dua surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada dua Khalifah Daulah Ummayah. Surat pertama, dikirim kepada Mu’awiyah dan hanya sebagai pembuka saja. Surat kedua dikirim oleh Raja Indrawarman yang menginginkan bersekutu antara kedua kerajaan dan meminta Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirimkan guru agama Islam ke Kerajaan Sriwijaya.
Terlepas dari kedua teori diatas, ada hal yang menarik yang dapat dijadikan kajian mendalam, yaitu tentang siapa yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menyampaikan dakwah islam di negara kepulauan ini ?
Prof. Syed M. Naquib Al Attas berpendapat bahwa kedatangan islam ke Nusantara dilakukan dengan cara yang sistematis, terencana, konsisten dan dilakukan oleh pendakwah yang hebat, sehingga Islam menjadi  mayoritas. Peneliti seperti Anthony H. Johns menemukan bahwa islam dibawa oleh para ahli tasawuf, yang artinya tasawuf berperan dalam islamisasi Nusantara dan tasawuf yang di bawa oleh para pendakwa islam beraliran Aswaja (Ahli Sunnah Wa Jama’ah) bukan Syi’ah.
Salah satu tariqah tasawuf yang menjadi perhatian lebih dalam mengislamkan Indonesia adalah tasawuf Ba’alawi yang leluhurnya berasal dari Hadramaut, Yaman. Kaum Ba’alawi merupakan keturunan Nabi yang kedudukannya terpandang di kalangan mazhab Syafi’iyah. Dengan pendekatan akhlak dan tasawufnya yang menjadi pagar dalam melindungi aqidah Aswaja inilah yang menjadikkannya diminati pibumi di Nusantara.
Ba’alawi adalah kaum yang nasabnya bersambung kepada Ali Bin Abi Thalib. Hal ini dilihat dari keturunan Rasulullah Saw yang berasal dari Alwi bin ‘Ubaydillah bin Ahmad al Muhajir bin Isabin Muhammad bin ‘Ali al U’rad bin Ja’far bin Shadiq bin Muhammad al Baqir bin ‘Ali Zaynal ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Jadi, Ba’alawi dinisabatkan kepada keturunan Husein yang lahir di Hadramaut Yaman. sayid Alawi adalah cucu dari Ahmad bin Isa al Muhajir yang hijrah dari Basrah Irak ke Hadramaut karena menghindari gejolak fitnah dan melindungi keturunannya.
Tentang tariqat ba’alawi adalah sebuah metode, sisten dan tata cara untuk menuju kepada Allah. Menurut Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih menjeleaskan bahwa thariqat ini merupakan salah satu Tariqat kaum sufi yang dasarnya adalah ittiba (mengikuti) Al Qur’an dan al Sunnah sedangkan bagian utamanya adalah sidqu’ l iftiqar atau benar-benar merasa butuh kepada Allah. salah satu tokoh terkenal yaitu Muhammad bin Ali Ba’alawi atau di kenal dengan Al Faqih al Muqaddam yang mengembangkan satu bentuk tata cara dan praktik tasawuf kaum Ba’alawi.
Sebagai seorang sufi, Al Faqih al Muqaddam mengajak keluarganya dan pengikutnya untuk lebih fokus dalam ilmu, amal dan upaya penyucian hati dengan banyak membaca Al Qur’an, shalat malam, puasa sunnah, memberi fakir miskin, janda dan anak yatim. Salah satu karakter darinya adalah menjauhi popularitas, jabatan dan tidak terlibat dalam politik. Mereka lebih mengejar kemuliaan sejati, yaitu kedekatan dengan Allah yang Pengasih dan Maha Kaya. Tetapi pada masa Al Faqih al Muqaddam masih berupa pengalaman dan belum terdapat karangan-karanan tentang pedoman khusus. Pada masa Abdullah Bakar Alaydrus tariqat ini berkembang dengan lahirnya buku-buku pedoman seperti al Kibrit al ahmar.
Praktik tasawuf Ba’alawi memiliki keunikan dari tariqah tasawuf lainnya. Ajarannya adalah perpaduan dari tasawuf imam Ghazali dan tariqah Shadzaliyah yang bentuk yang mudah bagi kalangan umat islam. dari segi pengamalannya banyak mengacu kepada kitab Ihya ‘Ulumuddin karya Imam Ghozali dan dari segi amaliyahnya, diambil dari imam Syadzali karena ajaran akhlak batin dan mujahadah yang di ambil dari kitab Al Hikam.
Kembali kepada masuknya islam ke Nusantara, peran bani Ba’lawi menjadi penting dalam mendakwahkan islam di Nusantara karena penyebaran islam yang konsisten dan gelombang kedatangan Da’i dari jazirah arab (Hadramaut) dengan sengaja dan menetap di bumi pertiwi ini untuk menyebarkan islam, sehingga Indonesia disebut Al Mahjar ats Tsani setelah Hadramaut.

Komentar

Postingan Populer