Islam dalam Ancaman Pemurtadan Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi dan menjadi ruang penting dalam kehidupan manusia. Kita dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat memahami apa yang dimaksud orang lain dengan bahasa, baik melalui lisan maupun tulisan. Seseorang berpidato dengan lantang dan dapat memberi semangat kepada pendengarnya. Dengan keindahan gramatikalnya membuat orang merasa bergairah dan menjadi sumber insiparsi. Itulah kekuatan bahasa yang dapat menggambarankan dan menggerakan pemikiran maupun tindakan manusia.
Selain itu, bahasa juga faktor vital dalam pembentukan nalar manusia karena nalar manusia bekerja berkomposisikan bahasa. Adapaun bahasa yang tersusun oleh kata-kata, sedangkan kata-kata mengangdung makna. Kata-kata yang mengandung makna tersebut adalah konsep-konsep yang membantu nalar manusia dalam bekerja secara sistematis.
Di Indonesia sendiri, objek dari islamisasi tidak hanya kepada orangnya tetapi juga bahasanya. Bahasa yang di islamisasikan oleh para Ulama-ulama terdahulu adalah bahasa melayu yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa melayu yang dijadikan sebagai objek islamisasi dapat dilihat dari kata serapannya yang berasal dari Al Qur’an seperti kata Adil, Daulah, Musyawarah, Adab, Hikmah dan lain sebagainya yang menurut Prof. Syed Naquib Al Attas sebagai Islamic Basic Vocabularies. Islamisasi bahasa ini menjadi modal dan alat untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran islam dan untuk mendakwahkan islam di Nusantara ini.
Prof Al Attas menjelaskan bahwa bahasa islam lahir bersamaan dengan turunnya wahyu kepada Rasulullah. Wahyu tersebut mengislamkan bahasa Arab Jahiliyyah. Maka dari itu, istilah-istilah kunci (key term) seperti Allah, halal, haram, al Jannah, an Nar dan lain-lain di dalam islam pada akhirnya bersumber kepada Al Qur’an. Sehingga menurut Prof Al Attas proses islamisasi harus dimulai dengan bahasa sebagaimana yang dilakukan Al Qur’an dalam bahasa Arab.
Kita dapat memberi contoh kata adil. Adil dalam bahasa Al Qur’an adalah menenpatkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai dengan ketentuan Allah. Makna ini berbeda dengan pemikiran liberal, feminis dan isme-isme lainnya, mereka menganggap bahwa adil adalah sama rasa dan sama rata. Tentu ini adalah penyimpangan makna sebenarnya.
Para Ulama terdahulu menyebarkan kosa kata islam dalam kehidupan sehari-hari dengan dua cara yaitu: pertama, menyebarkan kosa kata arab dengan cara karya ilmiah. Banyak dari kalangan Ulama dan cendikiawan muslim yang memakain istilah islam dalam menulis kitabnya dan menjadi bahasa ilmiah. Kedua, muslim yang dahulu menguasai perdagangan di Nusantara menyebarkan kosa kata arab dalam kehidupan mereka sehari-hari dan menjadi bahasa perdagangan dan dengan cara ini kosa kata islam cepat menyebar dan sudah menjadi hal yang biasa.
Namun, ada pemikiran-pemikiran yang berusaha dalam Deislamization of Languange, salah satunya pemikiran Frans Van Lith, seorang tokoh misionaris yang berusaha menolak bahasa melayu sebagai bahasa nasional. Menurutnya seharusnya bahasa jawa dan belanda yang menjadi bahasa nasional, karena ia tahu bahwa bahasa melayu merupakan bahasa islam.
Selain itu ada Hasan Hanafi dengan proyek pembaharuannya yang menjadikan deislamisasi bahasa sebagai jalan untuk meruntuhkan islam. Hal terssebut dijelaskan di dalam bukunya yang berjudul al Turast wa al Tajdid, bahkan secara terang-terangan beliau menyebut proyeknya sebagai pembaharuan bahasa.
Istilah-istilah kunci ingin diruntuhkan maknanya oleh Hasan Hanafi unruk membangun kembali makna baru menurutnya. Bahkan ia mengatakan bahwa istilah-istilah kunci tersebut adalah bahasa tua atau al Lughah al Taqlidiyyah. Hasan Hanafi ingin mengubah bahasa tua karena itu mencerminkan realitas dan kebenaran islam. Menurutnya bahasa tua itu tidak dapat menjelaskan dan mendiskripsikan makna-makna baru yang sesuai dengan zaman.
Upaya Hanafi daalam menafikkan bahasa islam dengan contoh kata Allah. Menurutnya Allah bagi orang yang yang lapar adalah nasi, Allah bagi budak adalah kebebasan dan Allah bagi yang tidak memiliki perasaan adalah rasa cinta. Maka dalam kondisi umum Allah adalah jeritan orang yang tertindas dan menurutnya kata Allah dapat diganti dengan kata Insan al Kamil yang lebih bisa memberikan makna dari oada kata Allah.
Hal ini lah yang ditegaskan oleh Prof Al Attas di dalam bukunya bahwa orang sekuler selalu menajdikan perubahan sosial sebagai penyebab paling dominan dalam mengubah istilah-istila kunci. Sebab, ciri-ciri dari sekualisme adlaah menjadikan masyarakat senagai otoritas, final, dan kenyataan paling tinggi untuk memberikan definisi ilmu.
 Proyek perubahan ini bukanlah pembaharuan tetapi tepatnya penghancuran. Hal ini akan menyeret ketidakpastian dan kebingunan dalam ilmu. sehingga proyek ini tidak dapat membawa peradaban islam menjadi peradaban yang maju.
Hal semacam inilah yang menjadi ancaman dalam pemikiran islam. Banyak dari sarjana muslim yang ingin menciptakan perubahan tetapi tidak pada tempatnya sehingga banyak yang dampaknya besar. Adapun kita sebagai cendikiawan muslim dapat memberikan sumbangsih pemikiran untuk mengkonter pemikiran yang keliru. 

Komentar

Postingan Populer