Adab Dulu Belajar Kemudian
Ketika penulis mengikuti kajian online yang bertajuk Renungan 75 Tahun Kemerdekaan RI yang bersama Dr. Adian Husaini ada sebuah ungkapan yang menarik dari beliau. Beliau menjelaskan Konsep Pendidikan TOP, yang merupakan singkatan dari Tanamkan adab sebelum ilmu, Otamakan ilmu yang fardhu ‘ain dan Pilihlah ilmu fardhu kifayah yang tepat. Narasi ini sungguh menarik untuk dikaji lebih dalam, bagaimana sebuah pendidikan islam berasaskan kepada adab.
Pendidikan islam memang identik dengan adab. Bahkan para ulama menyatakan bahwa adab lebih utama dari pada ilmu sebagai mana di dalam buku siyar a’lam Nubala karangan Adz-Dzahabi: “yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih, 500 orang menulis (pelajaran) sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran dan kepribadiannya”. Selain itu, Abu Hanifah di dalam bukunya Al Mudkol mengatakan “kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai dari pada menguasai beberapa bab fiqh, karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlak luhur mereka. Bahkan para ulama terdahulu lebih lama belajar adab dari pada ilmu. Begitulah keutamaan adab dari pada ilmu.
Di dalam kitab K.H. Hasyim Asy’ari berjudul Adabul ‘Alim wa Muta’allim menuliskan kisah Imam Syafi’i yang menarik untuk diambil pelajarannya. Imam Syafi’i ditanya oleh seseorang “sejauh mana perhatian anda kepada adab?”. Beliau pun menjawab “setiap kali telinga ku mendengar perkataan adab, maka seluruh tubuhky merasa nikmat atas itu. Beliau ditanya kembali “lalu, bagaimanakah usaha-usaha dalam mencari adab?”. beliau pun menjawab “aku akan mencari adab laksana seorang ibu yang mencari anak tunggalnya yang hilang”.
Di buku itu K.H. Hasyim Asy’ari juga membahas tentang adab. Beberapa ulama menjelaskan bahwa konsekuensi dari bertauhid adalah mengharuskan hambanya untuk beriman kepada Allah dan menyakini Nya sebagai entitas tertinggi. Kemudian, jika keimanan tidak dibarengi dengan melakukan hukum-hukum syariah dengan baik dan benar maka baarng siapa tidak melakukan syariah secara benar keimanannya perlu dipertanyakan. Begitu juga dengan syariah, apabila syariah di landaskan dengan adab, berarti hamba tersebut dianggab beriman dan juga bertauhid kepada Allah.
Adab di dalam islam adalah syarat masuknya ilmu. Sebagai mana yang dikutip dari Prof Al Attas “adab is the disipline of body, mind and soul to assure the recognition and acknowledgment of one’s proper place in relation to one’s physical, intelectual and spiritual capacities and potentials”. Peran adab tidak hanya menjadikan manusia berakhlak mulia, tetapi juga membuat dirinya mengenal Allah dan juga mengetahui segala sesuatu ada hirarkinya dengan kapasitas dan potensi-potensi tertentu. Orang yang adab pastilah sudah berdisiplin kepada dirinya, pikirannya dan jiwanya. Tentu ini hal yang esensial bagi seorang muslim untuk mengenal dan mengakui suatu hirarki keberadaan dan menempatkan pada tempatnya. Allah yang menempati tempat yang paling tinggi harus diakui kedudukannya, maka dari itu di dalam worldview islam Konsep Tuhan adalah konsep inti dan konsep kunci lainnya. Jika dia sudah beradab dengan Allah, alam tabi’i dan lainnya maka, ilmu itu akan mudah masuk ke dalam hatinya dan mudah juga di amalkan. Sebagaimana Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi menyatakan “iman ilmu dan amal, trilogi ini harus saling berkaitan dan jangan melakukan salah satunya saja”.
Sebagai penutup, penulis akan menyuguhkan syair-syair Imam Syafi’i yang terdapat di dalam kitab Diwan Imam Syafi’i karangan Muhammad Abdurahim:
“Sabarlah dengan sikap guru yang terasa pahit di hati, sebab kegagalan itu disebabkan meninggalkan guru. Barangsiapa yang tidak mau merasakan pahitnya menutut ilmu sesaat, sepanjang hidupnya ia aka menjadi orang hina karena kebodohannya”.
Komentar
Posting Komentar