Otoritas Ilmu dalam Islam
Berbicara mengenai otoritas keilmuan tentu tidak lepas dari tradisi budaya
ilmu di dalam islam. Sebagai agama yang menjunjung tinggi keilmuan, islam
menganjurkan kepada ummat muslim untuk selalu menuntut ilmu karena Rasulullah
hanya mewariskan ilmu dan ulama. Ilmu yang paling diutamakan adalah ilmu agama
sebagaimana klasifikasi ilmu pengetahuan al Ghazali menjadi fardhu ‘ain dan
fardhu kifayah yang sangat relevan hingga saat ini.
Menurut al Ghazali klasifikasi ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu
fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain adalah ilmu pengetahuan yang
menitiberatkan kepada hubungan manusia dengan Allah dan segala sesuatu yang
wajib diamalkan sebagai seorang muslim seperti ilmu fiqh, ushul fiqh dan lain
sebagainya. Sedangkan fardhu kifayah adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan
manusia dengan manusia seperti narutal science, social science dan teknologi. Tentu
klasifikasi ilmu pengetahuan ini tidak bersifat dikotomis, tetapi sebagai
tingkatan atau hirarki ilmu pengetahuan. Hal ini dilihat bersifat tauhidi, yang
mana ilmu fardhu ‘ain menjadi pondasi dari ilmu fardhu kifayah.
Dalam memahami ilmu fardhu ‘ain tidak bisa tanpa melalui perantara dari
ulama salaf yang otoritatif. Untuk mengetahui ulama salaf yang otoritatif, terdapat hadist yeng
menjelaskan itu bahwa nabi zaman yang paling baik adalah zaman nabi
dan setelahnya dan setelahnya. Di dalam hadist itu terdapat kata “قُرُن” yang dapat diartikan seabad,
kemudian disebutkan tiga kali yang menandakan tiga abad sejak zaman nabi. Para
jumhur ulama berselisih pendapat tentang dimulainya zaman tersebut, ada yang
berpendapat bahwa zaman itu dimulai ketika nabi hijrah ke madinah dan ada lagi
yang mengemukakan bahwa zaman itu dimulai setelah nabi wafat. Terlepas dari
perselisihan itu dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 300 tahun itulah
disebut sebagai ulama salaf yang keilmuan agamanya sudah mapan dikarenakan
masih dekat dengan zaman nabi. Tentu setelah masanya disebut ulama khalaf dan
di masa sekarang disebut ulama kontemporer. Ketika melihat persoalan tentang
agama pun pendapat ulama salaf yang menjadi prioritas, karena kedekatannya
dengan zaman Rasulullah dan budaya ilmunya yang sudah diakui.
Islam sangat menjunjung tinggi otoritas keilmuan. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya ulama salaf yang menjadi rujuan utama di dalam persoalan agama karena kemampuannya dalam memahami agama secara mendalam. Para ulama salaf
pun mewariskan ilmu kepada muridnya lengkap dengan sanadnya agar muridnya tersambung
dengan ilmu Rasulullah dan dapat melebihi kemampuan gurunya. Inilah hal yang
tidak terdapat di dalam budaya ilmu barat yang sifatnya berubah dan yang tetap
hanya perubahan itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar